SEJARAH
521
0
SEJARAH DESA BANTARWARU
Pada tahun 1482 di Desa Kedongdong diadakan Pesta Raja para Demang dan Kompeni Belanda yang menjadi Raja (SULTAN) di kesultanan Kota Cirebon waktu itu bernama Kesultanan Pakungwati.
Pada waktu pesta, Raja Syeh Ngora dan Syeh Bentong menyerang Belanda dibantu oleh rakyat sekitarnya. Lokasi perang di lapangan TEGAL BERSIH sebelah barat Desa Kedongdong dan sekarang termasuk wilayah Desa Kodasari dan Susukan.
Peperangan tersebut sangat tidak seimbang antara jumlah Kompeni Belanda dengan pasukan Syeh Ngora dan Syeh Bentong sehingga Pasukan Syeh Ngora dan Syeh Bentong mengalami kekalahan.
Pada waktu Syeh Ngora lari dari kejaran pasukan Kompeni Belanda ke arah barat ada hutan belantara yang banyak sekali ditumbuhi pohon waru, beliau membuka hutan dengan menggunakan SELENDANG MAYANG CINDE bilamana selendang tersebut dilempar menjadi api mulai membuka hutan.
Tahun 1568 seluruh warga kesultanan Cirebon berduka cita berpulang ke alam baga Syeh Ngora setelah berusia 120 tahun dimakamkan di Astana Gunung Jati Cirebon di depan pangimaman Masjid Astana disebut GEDE BANTARWARU.
Setelah Ki Gede Bantarwaru wafat Pangeran Walangsungsang alias Pangeran Cakrabuana atau Mbah Kuwu Cirebon (paman Sunung Gunung Djati) yang merupakan murid dari Syekh Datul Kahfi atau Syekh Nur Djati, mengutus Buyut Cidum untuk meneruskan perjuangan Ki Gede Bantarwaru, karena tempat itu, dipersiapkan untuk persinggahan atau singgahnya para pejuang atau penggeden, bahkan menjadi tempat persembunyian. Para penggeden itu, tidak hanya dari Kesultanan Cirebon, tetapi juga dari kerajaan lainnya. Mengingat, jaman itu, Kerajaan Pakuan Padjajaran yang dipimpin Prabu Siliwangi (Ayah Pangeran Walangsungsang) masih berkuasa didataran pasundan.
Jejak berupa situs atau peninggalan lainnya dari orang Agung sendiri nyaris tidak bisa ditemui sekarang. Namun begitu, terdapat sisi lain yang masih disimpan oleh penggeden. Misalnya, Syekh Maulana dari Kesultanan Cirebon, yang menyimpan ilmu kanuragannya berupa keris dan batu merah delima berbentuk kemangmang (pewujudan, mungkin khodam dari banaspati) di Pinangsraya (sekarang Buyut Raya). Konon, pusaka tersebut hanya bisa diambil oleh keturunannya. Atau, cerita Syekh Masran bin Malik juga dari Cirebon, yang diutus untuk menaklukan dan mengusir bangsa lelembut dibantaran Kali Cimanuk (wilayah Buyut Kati, basuh cilik dan basuh gede). Lelembut yang tidak bersahabat dengan manusia itu, ditaklukan untuk diusir, sebagian yang manut masih tersisa sampai sekarang. Tidak heran, sampai saat ini banyak orang dari sejumlah wilayah yang berjiarah di buyut pejaratan yang ada di Bantarwaru.
Tentang Buyut Cidum, tidak ada informasi menyebutkan nama aslinya siapa. Ternyata, pada waktu yang sama juga, dua wilayah lainnya dibuka oleh kedua adik Buyut Cidum. Yakni Buyut Arsitem dikawasan Sumber, Jatitujuh yang berbatesan dengan Indramayu, dan Buyut Depok dikawasan Sambeng dan Cigasong, Palasah.
Seiring dibukanya pemukiman baru bernama Bantarwaru, para penduduk dari luar daerah mulai masuk. Sedikitnya, ada enam rumpun yang menjadi cikal bakal berkembang atau menjadi nenek moyang masyarakat Bantarwaru. Pertama berasal dari tanah Cakrabuana, Cirebon dan Cirebon Girang. Termasuk Buyut Cidum juga berasal dari tanah Cirebon. Selain itu, rumpun Galunggung yang datang dari tanah Sunda, juga banyak migran ke Bantarwaru. Selanjutnya, berdatangan dari kawasan lainnya, seperti Indramayu, Tegal, dan daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jadi, bisa dimafhumi kenapa penggunaan bahasa masyarakat Bantarwaru dan Ligung didominasi jawa. Namun sebagian penggunaan bahasanya juga mengadopsi sejumlah kosakata sunda.
Hadirnya banyak rumpun, juga menjadikan banyaknya buyut pejaratan. Sekiranya, terdapat tujuh yang semuanya berlokasi di Bantarwaru. Buyut pejaratan yang paling tua yakni Buyut Cidum. Namanya diambil dari nama tokoh yang membuka alas menjadi pemukiman itu. Kemudian Buyut Raya, nama terebut diambil dari nama Pinangsraya. Tidak nyata siapa orangnya, tetapi diceritakan orang Agung sakti yang pernah tinggal, lantas namanya dijadikan nama pejaratan. Jauh setelah itu, terdapat Buyut Panggih atau Buyut Kuru yang berada di Lunggandu, Dukuasih. Keberadaan Buyut Kuru sebagai sesepuh dikawasan tersebut. Terus, pejaratan Buyut Nurilah yang letaknya dibelakang Balai Desa Bantarwaru. Buyut Nurilah adalah seorang petapa dari Indramayu yang hingga akhir hayatnya dimakamkan ditempat tersebut. Adapun Buyut Kati, namanya diambil dari saudagar beras, bernama Katijah yang dimakamkan dilokasi tersebut. Sementara lainnya, terdapat Buyut Tekol dan Buyut Slamet. Intinya, penamaan buyut diambil dari masyarakat tokoh pada fase-fase tertentu di Bantarwaru.
Mengenai pemisahan kawasan sendiri, baru belakangan dilakukan menjadi dua wilayah. Pada masa Buyut Cidum dan sesudahnya hingga paling tidak masa kemerdekaan, dua kawasan tersebut masih menyatu. Namun begitu, muasal perbatasan Bantarwaru Ligung yakni kali mati, yang sekarang kali mati itu sudah ditutup. Namun seiring waktu, dirubah perbatasannya, yakni kali Cikeruh.
Pada saat Pemerintahan Hindia Belanda mulai masuk ke Wilayah Bantarwaru, maka Bantarwaru mulai berbenah diri dengan menggunakan sistem pemerintahan atas dasar Perintah dari Belanda. Pemimpin Pemerintahan Desa Bantarwaru yang tercatat itu di mulai dari tahun 1741, dengan sebutan Kuwu atau Kepala Desa, adapun Daftar Nama Kepala Desa Bantarwaru sebagaimana tercantum dibawah :
No
|
Nama Kepala Desa
|
Periode Jabatan
|
Ket.
|
1.
|
H. UMAR
|
1741-1778
|
KADES
|
2.
|
TASEM
|
1778-1819
|
KADES
|
3.
|
UMAR SALEH
|
1820-1858
|
KADES
|
4.
|
Rd. CARANG PERING GANDANI
|
1858-1899
|
KADES
|
5.
|
DAYAT
|
1900-1937
|
KADES
|
6.
|
H. MOHAMAD ALI
|
1938-1939
|
KADES
|
7.
|
SURYA
|
1940-1943
|
KADES
|
8.
|
SOLEMAN
|
1943-1947
|
KADES
|
9.
|
AMSOR H. RAIS
|
1948-1955
|
KADES
|
10.
|
ASMU’I/H. BASUNI MA’RUF
|
1956-1962
|
KADES
|
11.
|
H. MA’MUN MA’RUF
|
1963-1979
|
KADES
|
12.
|
A. RADJI
|
1980-1982
|
KADES
|
13.
|
BASARI
|
1982-1982
|
KADES
|
14.
|
ABDUL KARIM
|
1983-1984
|
Plt.
|
15.
|
M. SYA’RONI ABDUSSALAM ANWAR
|
1984-1994
|
KADES
|
17.
|
TARYADI
|
1994-2000
|
KADES
|
18.
|
ABDUL KARIM
|
2000-2001
|
Plt.
|
19.
|
M. SYA’RONI ABDUSSALAM ANWAR
|
2000-2007
|
KADES
|
20.
|
DAAN YAHYA
|
2007-2008
|
Plt.
|
21.
|
H. NARPAN SUPANDI
|
2008-2015
|
KADES
|
22.
|
KASTURI
|
2015-2015
|
Plt.
|
23.
|
SUMARNO
|
2015-2021
|
KADES
|
24.
|
IKIN ASYIKIN
|
2021-2021
|
Plt.
|
25.
|
AZIZ ZUFRI
|
2021-2027
|
KADES
|